SEJARAH : dan Keadaan Ka'bah
Awalnya, Mekkah
hanyalah sebuah hamparan kosong. Sejauh mata memandang pasir bergumul di tengah
terik menyengat. Aliran zamzamlah yang pertama kali mengubah wilayah gersang
itu menjadi sebuah komunitas kecil tempat dimulainya peradaban baru dunia
Islam.
Bangunan persegi
bernama Ka`bah didaulat menjadi pusat dari kota itu sekaligus pusat ibadah
seluruh umat Islam. Mengunjunginya adalah salah satu dari rukun Islam, Ibadah
Haji.
Ka`bah masih
tetap berdiri kokoh hingga saat ini dan diperkirakan masih terus berdiri hingga
kiamat menjelang. Beberapa generasi pernah menjadi saksi berdirinya Ka`bah
hingga berbagai kemelut menyelimutinya.
Adalah Ismail, putra
Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, yang kaki mungilnya pertama kali menyentuh sumber
mata air zamzam. Akibat penemuan mata air abadi ini, Siti Hajar dan Ismail yang
kala itu ditinggal oleh Ibrahim ke Kanaan di tengah padang, tiba-tiba
kedatangan banyak musafir. Beberapa memutuskan untuk tinggal, beberapa lagi
beranjak.
Ibrahim datang
dan kemudian mendapatkan wahyu untuk mendirikan Ka`bah di kota kecil tersebut.
Ka`bah sendiri berarti tempat dengan penghormatan dan prestise tertinggi.
Ka`bah yang didirikan
Ibrahim terletak persis di tempat Ka`bah lama yang didirikan Nabi Adam hancur
tertimpa banjir bandang pada zaman Nabi Nuh. Adam adalah Nabi yang pertama kali
mendirikan Ka`bah.
Tercatat, 1500 SM
adalah merupakan tahun pertama Ka`bah kembali didirikan. Berdua dengan putranya
yang taat, Ismail, Ibrahim membangun Ka`bah dari bebatuan bukit Hira, Qubays,
dan tempat-tempat lainnya.
Bangunan mereka
semakin tinggi dari hari ke hari, dan kemudian selesai dengan panjang 30-31
hasta, lebarnya 20 hasta. Bangunan awal tanpa atap, hanyalah empat tembok
persegi dengan dua pintu.
Celah di salah satu
sisi bangunan diisi oleh batu hitam besar yang dikenal dengan nama Hajar Aswad.
Batu ini tersimpan di bukit Qubays saat banjir besar melanda pada masa Nabi
Nuh.
Batu ini
istimewa, sebab diberikan oleh Malaikat Jibril. Hingga saat ini, jutaan umat
Muslim dunia mencium batu ini ketika berhaji, sebuah lelaku yang dicontohkan
oleh Rasulullah Muhammad.
Selesai dibangun, Allah
memerintahkan Ibrahim untuk menyeru umat manusia berziarah ke Ka`bah yang
didaulat sebagai Rumah Tuhan. Dari sinilah, awal mula haji, ibadah akbar umat
Islam di seluruh dunia.
Karena tidak beratap
dan bertembok rendah, sekitar dua meter, barang-barang berharga di dalamnya
sering dicuri. Bangsa Quraisy yang memegang kendali atas Mekkah ribuan tahun
setelah kematian Ibrahim berinisiatif untuk merenovasinya. Untuk melakukan hal
ini, terlebih dahulu bangunan awal harus dirubuhkan.
Al-Walid bin
Al-Mughirah Al-Makhzumy adalah orang yang pertama kali merobohkan Ka`bah untuk
membangunnya menjadi bangunan yang baru.
Pada zaman Nabi
Muhammad, renovasi juga pernah dilakukan pasca banjir besar melanda.
Perselisihan muncul di antara keluarga-keluarga kaum Quraisy mengenai siapakah
yang pantas memasukkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka`bah.
Rasulullah berperan
besar dalam hal ini. Dalam sebuah kisah yang terkenal, Rasulullah meminta
keempat suku untuk mengangkat Hajar Aswad secara bersama dengan menggunakan
secarik kain. Ide ini berhasil menghindarkan perpecahan dan pertumpahan darah
di kalangan bangsa Arab.
Renovasi terbesar
dilakukan pada tahun 692. Sebelum renovasi, Ka`bah terletak di ruang sempit
terbuka di tengah sebuah mesjid yang kini dikenal dengan Masjidil Haram. Pada
akhir tahun 700-an, tiang kayu mesjid diganti dengan marmer dan sayap-sayap
mesjid diperluas, ditambah dengan beberapa menara. Renovasi dirasa perlu,
menyusul semakin berkembangnya Islam dan semakin banyaknya jemaah haji dari
seluruh jazirah Arab dan sekitarnya.
Wajah Masjidil Haram
modern dimulai saat renovasi tahun 1570 pada kepemimpinan Sultan Selim. Arsitektur
tahun inilah yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi hingga saat
ini.
Pada penyatuan Arab
Saudi tahun 1932, negara ini didaulat menjadi Pelindung Tempat Suci dan Raja
Abdul Aziz adalah raja pertama yang menyandang gelar Penjaga Dua Mesjid Suci,
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Pada pemerintahannya,
Masjidil Haram diperluas hingga dapat memuat kapasitas 48.000 jemaah, sementara
Masjid Nabawi diperluas hingga dapat memuat 17.000 jemaah.
Pada pemerintahan Raja
Fahd tahun 1982, kapasitas Masjidil Haram diperluas hingga memuat satu juta
jemaah. Renovasi ketiga selesai pada tahun 2005 dengan tambahan beberapa
menara. Pada renovasi ketiga ini, sebanyak 500 tiang marmer didirikan, 18
gerbang tambahan juga dibuat. Selain itu, berbagai perangkat modern, seperti
pendingin udara, eskalator dan sistem drainase juga ditambahkan.
Saat ini, pada masa
kepemimpinan Raja Abdullah bin Abdul-Aziz, renovasi keempat tengah dilakukan
hingga tahun 2020. Rencananya, Masjidil Haram akan diperluas hingga 35 persen,
dengan kapasitas luar mesjid dapat menampung 800.000 hingga 1.120.000 jemaah.
Jika rampung, bagian dalam Masjidil Haram akan dapat menampung hingga dua juta
jemaah.
Banjir Kabah
Bencana alam yang
mungkin sering terjadi di wilayah Mekkah adalah banjir. Terbesar tentu saja
pada masa banjir bandang Nabi Nuh. Kala itu seluruh bangunan Ka`bah runtuh.
Banjir juga terjadi beberapa kali di masa Nabi Muhammad. Sepeninggalnya, pada
masa Khalifah Umar bin Khattab, banjir merusak dinding-dinding Ka`bah.
Salah satu banjir yang
sempat terdokumentasikan adalah banjir besar pada tahun 1941. Dalam gambar yang
dipublikasikan secara luas, terlihat bagian dalam Masjidil Haram terendam
banjir hingga hampir setengah tinggi Kabah.
Di beberapa tempat
bahkan mencapai leher orang dewasa. Banjir-banjir inilah yang kemudian membuat
beberapa tiang mesjid yang terbuat dari kayu menjadi lapuk dan rapuh. Kerajaan
Saudi terpaksa harus melakukan perbaikan beberapa kali untuk mengatasi hal ini.
Banjir sering
terjadi di Mekkah karena letak geografis kota tersebut yang diapit beberapa
bukit. Hal ini menjadikan Mekkah berada di dataran rendah yang letaknya seperti
mangkuk. Air hujan tidak dapat dapat mudah diserap oleh tanah, mengingat lahan
Timur Tengah yang tandus. Alhasil banjir bisa berlangsung selama beberapa lama.
Ditambah lagi, sistem drainase kala itu tidak sebaik sekarang.
Selain banjir,
berbagai insiden pertumpahan darah tercatat pernah mewarnai sejarah Masjidil
Haram. Mulai dari zaman sebelum Nabi Muhammad lahir hingga ke zaman modern di
abad ke 20. Beberapa insiden tersebut diakhiri dengan kemenangan para penguasa
Ka`bah.
Serangan Gajah
Serangan terhadap Ka`bah
yang paling terkenal terjadi pada tahun 571 Masehi, tahun kelahiran Nabi
Muhammad. Kala itu, sebanyak 60.000 pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur
Yaman, Abrahah, berencana menyerbu Mekkah dan menghancurkan Ka`bah.
Negara Yaman adalah
salah satu negara Kristen besar kala itu. Sebuah gereja besar yang indah
didirikan pada pemerintahan Raja Yaman, Habshah. Gereja tersebut bernama
Qullais. Abrahah sebagai pembina gereja bersumpah akan memalingkan pemujaan
warga Arab dari Ka`bah di Mekkah ke gerejanya di Yaman.
Alkisah, mendengar hal
ini, seorang Arab dari qabilah Bani Faqim bin Addiy tersinggung kemudian masuk
ke dalam gereja dan membuang hajat di dalamnya. Abrahah marah luar biasa dan
bersumpah akan meruntuhkan Ka`bah. Berangkatlah dia beserta tentara terkuatnya,
menunggang 60.000 ekor gajah.
Tidak ada satupun
kekuatan kabilah Arab Saudi yang mampu menandingi kekuatan puluhan ribu tentara
gajah tersebut. Berdasarkan komando dari kakek Muhammad, Abdul Mutalib, para
penduduk Mekkah mengungsi ke puncak-puncak bukit di sekeliling Ka`bah.
Berangkatlah rombongan tentara Abrahah menuju Ka`bah, hendak menghancurkan
bangunan mulia tersebut.
Menurut kisah, laju
tentara gajah terhenti akibat serangan dari ribuan burung Ababil. Burung-burung
ini membawa tiga butir batu panas di kedua kakinya dan paruhnya. Dilepaskannya
batu-batu tersebut di atas tentara gajah. Batu yang konon berasal dari neraka
itu menembus daging para tentara dan gajah-gajah mereka. Sebuah tafsir
mengatakan burung-burung itu membawa penyakit cacar yang menyebabkan para
tentara Abrahah tewas akibat bisul yang sangat panas.
Inilah sebabnya, tahun
penyerangan tentara Abrahah ke Mekkah dinamakan sebagai Tahun Gajah. Kisah ini
juga tertulis jelas di surat Al Fiil di kitab suci Al-Quran. Dia mengirimkan
kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu
dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang
dimakan (ulat) (Al Fiil: 3-4).
Bentrok dengan Iran
Di zaman modern,
insiden paling sering adalah bentrok aparat keamanan Arab Saudi dengan para
demonstran asal Iran. Kehadiran para demonstran merupakan perintah dari
pemerintah Iran agar para jemaah haji Iran menyampaikan protes terhadap
kerajaan Saudi.
Kerusuhan terparah
terjadi pada 31 Juli 1987 yang menewaskan 401 orang. Di antaranya adalah 275
warga Iran, 85 warga Arab Saudi, dan 42 jemaah haji asal negara lain. Sebanyak
643 orang terluka, kebanyakan adalah jemaah haji Iran.
Perseteruan antara
Arab Saudi dengan Iran sudah berlangsung relatif lama. Dimulai saat Muhammad
bin Abdul Wahhab, ulama Salaf kenamaan Arab Saudi, memerintahkan penghancuran
beberapa makam yang dikultuskan umat Islam di Hejaz, termasuk makam ulama Syiah
Al-Baqi, pada tahun 1925.
Tindakan ini tidak
ayal membuat marah pemerintahan dan rakyat Iran yang mayoritas Syiah. Kemelut
pun dimulai, Iran menyerukan penggulingan pemerintahan di Arab Saudi dan
melarang seluruh warga Iran pergi haji pada tahun 1927.
Ketegangan bertambah
parah setelah pada tahun 1943, pemerintah Arab Saudi memenggal kepala seorang
jemaah haji Iran karena membawa kotoran manusia di pakaiannya ke dalam Masjidil
Haram di Mekkah.
Iran protes keras dan
melarang warganya pergi haji hingga tahun 1948.
Sejak saat itu,
demonstrasi jemaah haji Iran terus dilakukan di Mekkah. Ini berkat imbauan
Ayatullah Khomeini pada tahun 1971 yang memerintahkan setiap jemaah haji Iran
untuk berhaji sambil menyampaikan pandangan politik mereka terhadap pemerintah
Arab Saudi. Para jemaah Iran menyebut demonstrasi ini dengan nama Menjaga Jarak
dengan Para Musryikin.
Pada tahun 1982,
situasi kedua negara sempat tenang. Khomeini memerintahkan rakyatnya menjaga
ketertiban dan perdamaian, tidak menyebarkan pamflet-pamflet propaganda, dan
untuk tidak mengkritik pemerintahan Arab Saudi.
Sebagai balasannya,
kerajaan Arab Saudi membebaskan jemaah haji Iran untuk kembali berhaji.
Sebelumnya, Saudi membatasi jumlah jemaah haji asal Iran untuk menghindari
konflik.
Ketegangan kembali
terjadi pada Jumat, 31 Juli 1987. Para jemaah haji Iran melakukan pawai protes
menentang para musuh Islam, yaitu Israel dan Amerika Serikat, di kota Mekkah.
Ketika sampai di depan Masjidil Haram, mereka diblokir oleh aparat keamanan
Arab Saudi, namun mereka tetap memaksa masuk.
Bentrokan berdarah
kemudian terjadi yang mengakibatkan situasi kacau dengan beberapa orang
terinjak-injak oleh massa yang panik.
Ada beberapa versi
pemicu kematian ratusan orang pada insiden ini. Pemerintah Iran mengatakan,
aparat keamanan Saudi melepaskan tembakan ke arah demonstran damai, sementara
Arab Saudi mengatakan bahwa korban tewas akibat terjepit dan terinjak jemaah
yang panik. Akibat hal ini, hubungan kedua negara kembali renggang dan
pemerintah Arab Saudi kembali menerapkan pembatasan jemaah haji Iran.
Mahdi Palsu
Peristiwa berdarah
lainnya terjadi pada 20 November 1979. Kala itu ratusan orang bersenjata
menguasai Masjidil Haram dan menyandera puluhan ribu jemaah haji di dalamnya.
Penyanderaan dipimpin
oleh Juhaimin Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi yang mengatakan saudara
iparnya, Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani, adalah Imam Mahdi atau sang
penyelamat akhir zaman.
Dilaporkan sebanyak
400-500 militan Otaibi, termasuk di dalamnya wanita dan anak-anak, mengeluarkan
senjata yang mereka sembunyikan di balik baju dan merantai gerbang Masjidil
Haram. Mereka memerintahkan para jemaah untuk tunduk kepada Mahdi palsu,
Al-Qahtani. Penyanderaan berlangsung selama dua minggu, sebelum akhirnya para
militan diberantas oleh pasukan bersenjata gabungan antara Arab Saudi dengan
beberapa negara.
Pasukan Arab Saudi
sempat dipukul mundur karena hebatnya persenjataan para militan. Seluruh warga
Mekkah dievakuasi ke beberapa daerah.
Pasukan kerajaan siap
melakukan gempuran mematikan. Namun, mereka harus meminta izin dari ulama besar
Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, yang telah melarang segala jenis
kekerasan di Masjidil Haram. Akhirnya dia mengeluarkan fatwa penyerangan
mematikan untuk mengambil alih Ka`bah.
Dilaporkan 255 jemaat
haji dan militan Otaibi tewas dalam penyerangan tersebut, sebanyak 560 orang
terluka. Dari sisi tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 terluka.
Berbagai cerita
berbeda mengisahkan saat-saat penyerangan oleh tentara gabungan Arab Saudi,
Pakistan dan Perancis.
Salah satu laporan
mengatakan tentara membanjiri Masjidil Haram dengan air dan mengalirinya dengan
listrik, menyetrum para militan. Laporan lainnya mengatakan para tentara
menggunakan gas beracun. Pasukan Perancis dipanggil karena pasukan Arab Saudi
tidak berdaya.
Tentara Perancis ini
dikabarkan menjadi Muslim dahulu sebelum masuk Masjidil Haram. Langkah ini
mereka lakukan lantaran Masjidil Haram hanya boleh dimasuki oleh umat Muslim.
Allahu alam.
No comments:
Write komentar